Suatu pagi di hari Jumat sebelum berangkat ke sekolah, si Sulung mendatangiku dan meminta uang.
"Ma, minta uang infaq ya," ujarnya.
Setiap hari Jumat memang ada infaq rutin di sekolahnya.
Permintaannya kujawab,"Minta uang papa yaa Kak, mama nggak ada uang kecil." (Uangnya gede semua seukuran A4, hahaha)
Si sulung protes, "Nanti sama papa pasti disuruh ambil uang receh di dua ribuan atau lima ribuan jelek di mobil yang biasa buat parkir."
Mulai manyun bocahnya sambil berjalan ke meja belajarnya. Beberapa saat kemudian dia menunjukkan selembar uang limapuluh ribuan ke mamanya.
"Uang jualan kaos kakiku tak ambil yang ini Mah buat infaq," ujarnya.
Sejak punya ide jualan kaos kaki, Si Sulung memakai bekas kemasan N*tel*a buat wadah uang yang ditaruh di meja belajarnya.
"Laah banyak amet kak, nanti gimana dong kakak jualannya nggak ada untungnya," jawabku.
Dia lebih protes lagi,"Ma aku nggak mau looo disuruh nuker uang infaqnya dengan uang kucel di mobil, pokoknya aku pengen infaq pakai uang ini."
Walah nduk apalah mama dan papamu ini yang kalau bersedekah cari duit yang kucel dan nominalnya yang terenteng. Anak-anak memang masih murni banget hati dan pikirannya, belum terkotori. Jadi seringkali justru kami yang dewasa belajar dari mereka. Thanks Kak sudah jadi guru kami.
Salam sayang Mama Citta-Prabu
Komentar
Posting Komentar
Komentar yang baik-baik, karena tulisanmu adalah cerminan dirimu
(Saya berhak menghapus komentar jahat, berbau SARA dan pornografi)