Sore hari lalu lintas padat dipenuhi oleh para pekerja yang pulang di jam yang bersamaan. Aku termasuk salah satu orang yang berada dalam keruwetan lalu lintas di jalan paling macet di kota ini. Aku sibuk memperhatikan kendaraan bermotor yang bergantian menyerobot jalan di sebelah kanan dan kiri mobil yang tengah kunaiki. Temanku yang berada di kemudi tampak pasrah dengan kemacetan yang terjadi.
Tiba-tiba beberapa meter di depan kami terdengar suara benturan keras, dua kendaraan motor bertabrakan. Suara teriakan dan makian saling bersahutan. Temanku membuka sedikit kaca jendela mobil.
“Tadi pagi di bandara juga terjadi hal seperti ini,” ucap temanku sambil pandangannya menerawang ke depan berharap ada sedikit pergerakan kendaraan.
“Tiba-tiba ada suami yang mengamuk hebat ke istrinya. Betul-betul mengamuk hebat dan mencekik istrinya di depan banyak orang,” lanjutnya.
Aku tercengang hampir tidak percaya dengan ceritanya.
“Tahu penyebabnya?” tanya temanku.
Kugelengkan kepalaku.
“Jadi suaminya mengamuk hebat karena istrinya katanya terlalu lambat. Semua barang-barang istrinya yang menata di koper dan hingga pagi masih ada saja barang yang belum masuk koper. Ketika sampai di bandara, mereka sudah melewati batas waktu untuk check in.”
“Lalu suaminya menghajar istrinya yang menyiapkan koper-koper mereka sendirian di tengah kerumunan bandara?” tanyaku masih tercengang.
“Begitulah,” jawab temanku.
Alkisah ada tiga ekor monyet bijak dari Jepang. Tiga monyet yang berasal dari pepatah kuno Jepang dan terdapat patungnya di sebuah kuil di Jepang. Diyakini pepatah kuno ini datang ke Jepang dari Cina. Tiga monyet ini menggambarkan prinsip bijak. See no evil, hear no evil, speak no evil.
Monyet pertama bernama Mizaru. Mizaru digambarkan menutup mata dengan kedua tangannya sebagai perwujudan dari sikap see no evil. Jangan melihat apa yang bertentangan dengan kepatutan. Monyet kedua bernama Kikazaru yang digambarkan menutup telinganya. Kikazaru mewakili tindakan hear no evil. Jangan mendengar sesuatu yang di luar kepatutan. Monyet ketiga bernama Iwazaru yang digambarkan menutup mulutnya. Kikazaru adalah representasi dari speak no evil atau jangan berbicara di luar kepatutan.
Entah bagaimana sejarahnya sehingga perwakilan dari sikap bijak digambarkan dengan monyet dan bukannya dengan manusia. Namun menurutku para manusia patut belajar dari tiga monyet bijak ini. Tiga hal yang bisa kita jadikan pedoman bersikap sepanjang kita hidup dengan sesama manusia, yaitu see no evil, hear no evil dan speak no evil.
Komentar
Posting Komentar
Komentar yang baik-baik, karena tulisanmu adalah cerminan dirimu
(Saya berhak menghapus komentar jahat, berbau SARA dan pornografi)