Baru-baru ini banyak yang membahas tentang childfree dalam pernikahan setelah seorang wanita yang memiliki pengaruh cukup kuat di sosial media menyuarakannya. Childfree merupakan keputusan untuk tidak memiliki anak dalam pernikahan. Childfree dianggap sebagai kebebasan asasi manusia.
Bahasan tentang childfree ini mengingatkanku dengan obrolanku bersama ayah melalui telepon beberapa waktu yang lalu yang tiba-tiba ingin menanam buah salak. Ayah sedang ditugaskan di propinsi terdekat dengan tempat tinggalnya saat ini. Di sekitar lingkungannya banyak sekali tumbuh buah salak yang manis. Aku mencoba menolak permintaan ayah. Rumah ayah meski memiliki lahan cukup luas, namun lahan tersebut bersebelahan dengan rumah tetangga. Tidak terbayang jika tiba-tiba sepanjang tembok lahan kami tumbuh tanaman salak yang besar-besar.
“Menanam salak tidak bisa hanya satu ayah, tapi harus ada beberapa untuk memastikan kita menanam salak berpasangan salak jantan dan betina agar mereka berbuah. Lahan di rumah terlalu dekat dengan rumah tetangga,” ucapku pada ayah berusaha merayuku agar membatalkan niatnya menanam salak.
“Ya sudah nanti ayah belikan bibit salak beberapa, kamu tanam di sepanjang pagar depan tempat tinggalmu ya,” jawab ayah.
Sebenarnya entah itu di tempat tinggalku atau tempat tinggal ayah, salak bukanlah tanaman buah yang ingin kutanam. Salak penuh duri dan pohonnya tidak bersahabat jika ada anak-anak. Tapi aku memilih berpura-pura setuju dengan usul ayah karena tidak tega menolak keinginannya.
Menanam salak harus berpasangan jantan dan betina agar mereka bisa berbuah. Tanaman lain juga melakukan perkembang biakan namun dengan cara berbeda dan yang paling banyak tumbuh di tempat tinggalku adalah yang berkembang melalui bijinya. Namun itulah sejatinya hukum makhluk hidup. Yang tua diganti dengan yang muda, yang mati akan tumbuh yang baru. Mereka harus terus berkembang biak untuk mempertahankan keberlangsungannya hidup.
Berbeda dengan binatang atau tumbuhan yang mengalami perkembang biakan secara alami. Manusia juga bisa menentukan berdasarkan kondisinya apakah ingin memiliki anak melalui proses alami atau dengan bantuan dokter. Bahkan sebagai spesies paling berkuasa di dunia, manusia bisa memutuskan apakah ia ingin memiliki anak atau tidak.
Setiap orang memang berhak memutuskan apapun dalam hidupnya termasuk keputusan untuk tidak memiliki anak dalam hidupnya. Bahkan jika ada kemungkinan terburuk bahwa childfree menjadi trend yang banyak diikuti, manusia di bumi tidak akan punah.Populasi manusia di bumi ada sekitar 7.5 miliar dan secara teori hanya akan punah ketika kiamat nanti.
Di antara riuhnya childfree menjadi trend baru, ada pasangan yang memutuskan untuk memiliki satu atau dua anak saja, ada juga yang memutuskan untuk memiliki kesebelasan. Setiap rumah tangga memiliki privilege untuk memutuskan apa yang ingin dan tidak ingin mereka jalani dalam pernikahan mereka. Setiap keputusan pasti ada konsekuensi yang harus siap dihadapi dan ditanggung di kemudian hari.
Meskipun saya cukup terbuka untuk menerima pemikiran tentang childfree, namun saya tidak berdiri di posisi yang setuju dengan ide ini. Bagiku memiliki keturunan, berkembang biak, perputaran generasi tua digantikan oleh generasi yang muda adalah suatu peristiwa paling alami. Dan seharusnya memang terjadi pembaharuan. Saya tidak bisa membayangkan jika suatu saat mendarat di sebuah negara maju dan semua petugas bandaranya adalah orang-orang yang sudah tua dan tidak lagi cekatan.
Aku sangat menyukai bermain dengan anak-anak dan saya lahir dari keluarga besar yang memiliki enam saudara. Setiap kali acara keluarga, rumah selalu ramai dengan keponakan yang masih kecil-kecil bermain dan berlarian. Tawa anak-anak yang bahagia selalu terbingkai dalam alam bawah sadarku bahwa hal ini adalah sesuatu yang merepresentasikan kebahagiaan.
Menurutku memiliki anak merupakan naluri dasar dalam pernikahan. Anak adalah bagian dari berkah terbesar dalam pernikahan meskipun juga menuntut tanggung jawab tak kalah besar juga. Tanggung jawab pengasuhan dan tanggungjawab finasial untuk menafkahi. Tidak semua pasangan siap menanggung besarnya tanggung jawab atas manusia kecil yang datang ke dunia dan diamanatkan ke kita sebagai orang tuanya. Banyak juga wanita yang merasa keberatan ketika memiliki anak dan bentuk tubuh mereka menjadi berubah.
Aku hanya membayangkan hal sederhana dengan anak-anak dan pasanganku kelak di hari tua. Aku sedang membayangkan sebuah perjalanan ke luar kota bersama mereka. Anakku yang laki-laki tiba-tiba menyela ayahnya yang sedang menyetir karena khwatir ayahnya kelelahan. Akhirnya sepanjang perjalanan aku dan pasanganku duduk di kursi penumpang menikmati perjalanan, sedangkan sulung dan bungsuku berada di depan bergantian menyetir. Sesekali mereka akan menawarkan untuk beristirahat dan makan bersama bekal buatanku karena khawatir jika saya dan suami kelelahan. Keadaan berbalik, mungkin saat ini saya dan suami kerepotan dalam pengasuhan, namun suatu saat ada masanya anak-anaklah yang akan menjaga kami. Saat ini kami menggambarkan proses pengasuhan anak-anak ibarat sedang menanam pohon cinta, saat ini kami sedang memenuhi celengan kasih sayang anak-anak. Suatu saat pohon cinta itu akan tumbuh subur dan berbuah lebat dan suatu saat celengan kasih sayang itu akan penuh.
Impian sederhanaku di atas tentu tidak akan pernah terwujud jika Adam dan Hawa memutuskan untuk childfree saat mereka bertemu kembali. Perjalanan panjang dan penuh kesepian terbayar tunai ketika Adam dan Hawa kembali bertemu di Jabal Rahmah. Seandainya waktu itu Hawa merasa kerepotan jika harus menata kehidupan awal mereka di bumi sambil mengasuh anak dan memutuskan tidak ingin hamil, tentu tidak akan ada 7.5 miliar manusia di dunia saat ini dan tentu saja tidak akan diriku dan pasanganku. Terimakasih sebesar-besarnya pada Adam dan Hawa yang menjadi manusia pertama dan terus melahirkan generasi baru hingga sekarang.
Itulah kehidupan, di sisi lain banyak pasangan memutuskan untuk childfree, namun di sisi lain banyak pula pasangan yang sedang berjuang darah dan air mata mereka untuk memperoleh momongan. Banyak pasangan yang memutuskan hanya memiliki satu atau dua anak, namun di sisi lain banyak juga pasangan yang menginginkan banyak anak.
Setiap orang bebas untuk memutuskan untuk childfree, namun ada beberap hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak perlu memaksakan pemikiran ini pada orang lain. Kedua, silakan memiliki keyakinan untuk childfree, asal tidak mengerdilkan orang-orang yang tidak setuju dengan pendapat ini. Ketiga, berbicara tentang isu childfree tentu harus melihat apakah kita berbicara di hadapan orang-orang yang culturenya menerima pemikiran ini. Suka atau tidak suka, kalau di Indonesia dimana pemikiran childfree sulit diterima.
Childfree, for me? No
Komentar
Posting Komentar
Komentar yang baik-baik, karena tulisanmu adalah cerminan dirimu
(Saya berhak menghapus komentar jahat, berbau SARA dan pornografi)